Tambang Batu Bara Oranje Nassau

situs bersejarah di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan


Tambang Batu Bara Oranje Nassau adalah situs bekas tambang batu bara tertua di Indonesia yang diusahakan oleh Hindia Belanda pada tahun 1849. Lokasi situs ini di Desa Lok Tunggul, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.[1] Ketika didirikan, lokasi tambang ini menempati wilayah Krisidenan Kayutangi milik Kesultanan Banjarmasin dan termasuk Distrik Riam Kiwa.[2][3]

Infotaula de geografia políticaTambang Batu Bara Oranje Nassau
tambang
Situs bersejarah
benteng Edit nilai pada Wikidata

Tempat
PetaKoordinat: 3°18′15.86149″S 115°6′17.96134″E / 3.3044059694°S 115.1049892611°E / -3.3044059694; 115.1049892611
Negara berdaulatIndonesia
Provinsi di IndonesiaProv. Kalimantan Selatan Edit nilai pada Wikidata
NegaraIndonesia Edit nilai pada Wikidata

Luas Situs Tambang Batubara Oranje Nassau sekitar 169,6 m2 (Tim Penelitian Balai Arkelogi Banjarmasin 2012:29). Bentang alam situs tambang batubara Oranje Nassau adalah perbukitan dan merupakan bagian dari Gunung Pagaran, diapit oleh Sungai Riam Kiwa di sebelah utara dan Sungai Maniapun Kecil di sebelah selatan situs.

Terdapat beberapa objek monumental yang tidak jauh dari tepi Sungai Maniapun Kecil, diantaranya struktur Sumur Putaran atau secara teknis bernama Verticale Doorsnede en Aanzicht van het Machinegebouw der Mijn.[4]

Bagi masyarakat lokal lokasi ini lebih dikenal dengan sebutan "lubang putaran". Situs ini berada di kawasan cekungan Barito dan terletak di Gunung Pengaron. Tersusun atas batubara dengan sisipan lempung yang berasal dari Formasi Tanjung. Dari hasil penelitian, umurnya 65-36,5 juta tahun yang lalu (Eosen) hingga terbentuknya padalingkungan pengendapan paralik sampai laut dangkal.[5]

Sejarah

sunting
 
Situs Tambang Batu Bara Oranje Nassau

Sejak awal abad ke-19, Pemerintah Hindia-Belanda mulai memperhatikan daerah pantai timur Kalimantan dan melakukan penelitian tentang keadaan alam Kalimantan. Pada 1843, Schwaner beserta Komisi Ilmu Alam (De Natuurkundige Commissie) melakukan perjalanan ke pedalaman. Mereka menemukan batu bara dan emas di pantai selatan, tetapi kandungan emasnya sedikit dan sudah ditambang orang pribumi dan keturunan Tiongkok.[2]

Di daerah Riam dan Pelaihari, mereka menemukan bijih besi, namun kandungan biji besi di daerah Riam hanya 70% . Selain itu daerah yang terpencil dan pertimbangan transportasi pengangkutan ke pelabuhan membuat rencana ini urung dilaksanakan. Setelah mengentahui bahwa tanah lungguh milik Kesultanan Banjar memiliki lapisan batu bara, JJ Rochussen berupaya mendapatkan konsesi usaha pertambangan dari kesultanan. Sultan Adam pun memberikan konsesi tanah di Riam Kiwa dan pihak Belanda menyewa tanah apanage milik Mangkubumi Kencana sebesar f.10.000 per tahun.[2]

Daerah-daerah tempat tambang batubara tersebut merupakan tanah lungguh yang diberikan oleh sultan kepada mangkubumi bernama Ratoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana. Namun karena diambil Belanda, maka sebagai gantinya mangkubumi mendapatkan empat puluh Gulden (f.140,-) untuk setiap ton batubara yang dihasilkan.[6]

Pada 1845, Gubernur AL Weddik memperbaharui perjanjian sebelumnya, dimana sultan memberikan izin eksplorasi tambang batu bara di seluruh wilayah kekuasaannya kepada pemerintah Hindia-Belanda.[2]

Pada 1846, perusahaan tambang milik pemerintah Hindia-Belanda De Hoop membuka tambang batu bara di Lok Tabat, namun setelah dua tahun, mereka berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan kendala sarana transportasi pengangkutan menuju pelabuhan di Banjarmasin.[2]

Hingga pada 28 September 1849, dibukalah tambang batu bara pertama Pemerintah Hindia-Belanda di Pengaron.[2]

Pada 1847, gubernur jenderal menolak permohonan perusahaan swasta yang hendak membuka tambang bijih besi di Tanah laut, kemudian juga menolak permohonan firma Daehne & Co dari Den Haag yang juga ingin membuka tambang di Tanah Laut.[2]

Pada 1853, Pemerintah Hindia-Belanda mulai memberikan izin kepada Julia Hermina, sebuah perusahaan swasta untuk membuka tambang di Banyu Irang di dekat Kandangan, Hulu Sungai Selatan. Perusahaan ini tercatat hanya membuka dua lubang yang tidak begitu dalam.[2]

Pada 1854, perusahaan milik pemerintah Delf, membuka tambang di daerah Banyu Irang yang bertujuan menambah produksi batu bara Oranje Nassau di Pengaron. Perusahaan ini memproduksi 30.000 ton per tahun.[2]

Namun, pada 1859, produksi batu bara di Kalimantan Selatan dihentikan paksa akibat adanya Perang Banjar. Akibatnya, bangunan pertambangan milik orang Belanda dirusak dan pegawainya dibunuh.[2]

Pada 1860, Pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan keputusan bahwa menghapus Kesultanan Banjarmasin dan menguasai seluruh wilayahnya. Berkat hal ini, tambang batu bara Oranje Nassau beroperasi kembali. Namun, akibat Perang Banjar, produksi menurun dari 15.000 ton menjadi hanya 10.000 ton/tahun.[2]

Pada 1884, terjadi kebakaran di Oranje Nassau dan pemerintah memutuskan untuk meninggalkannya.[2]

Peresmian

sunting
 
J.J. Rochussen, Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke 49. Ia memerintah antara tahun 18451851.

Pada 28 September 1849 Gubernur-Jenderal Jan Jacob Rochussen datang ke Pengaron, wilayah Kesultanan Banjar untuk meresmikan pembukaan tambang batu bara Hindia Belanda pertama yang dinamakan Tambang Batu Bara Oranje Nassau, nama tersebut diambil dari nama wangsa Oranye-Nassau yang memerintah kerajaan Belanda.[2] Produksi batu bara direncanakan 10.000 ton per tahun.[2]

Selain untuk urusan peresmian tambang batu bara, JJ Rochussen juga menyampaikan surat rahasia kepada residen Banjarmasin saat itu. Suratnya berisi jika Kesultanan Banjarmasin menepati janji di dalam perjanjian dan tidak menghalangi pertambangan batu bara tersebut, maka pihak Belanda akan menjalankan politik bersahabat dan memberikan perlindungan.[2]

Di tahun yang sama, juga terdapat surat rahasia yang menganjurkan agar Riam dimasukkan menjadi daerah di bawah langsung Pemerintah Hindia-Belanda, kemudian agar sultan menjual tempat tesebut dan ibu kota kesultanan dipindahkan ke Nagara. Namun, kedua surat ini tidak ditanggapi oleh sultan.[2]

Produksi

sunting

Pada 1854, tercatat produksi batu bara meningkat menjadi 14.794 ton. Produksi batu bara digunakan oleh angkatan laut, menggunakan tenaga dari buruh dengan upah murah yang berasal dari orang-orang yang berhutang dan yang dihukum.[2]

Puncak produksi batu bara Oranje Nassau terjadi antara 1854-1858, dengan melibatkan tenaga sebanyak 400 orang pekerja, atau periode sebelum meletus perlawanan rakyat. Eksploitasi batu bara ini diusahakan kembali tahun 1863 hingga 1875-an dengan hasil yang kurang memuaskan.[4]

Perusahaan

sunting
  • NV Oost Borneo Maastchapaij "Bentang Emas".[7]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "SITUS SEJARAH TAMBANG ORANJE NASSAU – Meratus Geopark". meratusgeopark.org. Diakses tanggal 2025-02-20.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Syamtasiyah, Ita (2012). Kesultanan Banjarmasin pada abad ke-19: ekspansi pemerintah Hindia-Belanda di Kalimantan (Edisi Cet. 1). Tangerang Selatan: Serat Alam Media. ISBN 978-602-19552-1-5.
  3. ^ TV, Metro, Oranje Nassau, Situs Pertambangan Batubara Tertua Peninggalan Belanda, diakses tanggal 2025-03-27
  4. ^ a b Nur Susanto, S.S., Nugroho (2017). Oranje Nassau, Pengaron: Awal Batu Bara di Indonesia (PDF). Banjarbaru: Balai Arkeologi Kalimantan Selatan. hlm. 26. ISBN 978-602-99149-2-4. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  5. ^ "Jadi Tambang Batu Bara Tertua di Indonesia, Oranje Nassau Masuk Situs Geopark Meratus – Meratus Geopark". meratusgeopark.org. Diakses tanggal 2025-03-27.
  6. ^ Libra Hari Inagurasi (2015). "TAMBANG BATU BARA ORANJE NASSAU , KALIMANTSEBUAH SELATAN, DALAM PANDANGAN INDUSTRI ARKEOLOGI". Jl. Raya Condet Pejaten No. 4, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12510: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional: 1. ; Pemeliharaan CS1: Lokasi (link)
  7. ^ Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, M. Sc (13 Juni 2014). Batubara Indonesia. Indonesia: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 37. ISBN 6020302911. Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun (link) ISBN 9786020302911